GURU Besar Universitas Pertahanan, Salim Said menegaskan, tidak ada lagi negara di dunia yang mendukung pola-pola separatisme yang ingin memisahkan diri dari suatu negara. Penegasan itu disampaikan Salim Said saat berbicara dalam diskusi publik bertajuk “Pemekaran Wilayah Papua (Permasalahan dan Solusinya)” di Jakarta, Selasa (26/2).
Pembicara lain dalam diskusi yang diselenggarakan oleh Yayasan PADMA Indonesia itu adalah Gubernur Papua Terpilih, Lukas Enembe, Ketua Kaukus Papua/Anggota DPR RI, Paskalis Kossay, Staf Khusus Presiden Bidang Pembangunan Daerah dan Otonomi Daerah, Velix Wanggai dan Direktur Padma Indonesia, Gabriel G Sola dengan moderator adalah Pemimpin Redaksi LKBN Antara, Akhmad Kusaini.
Menurut Salim, Perjanjian Helsinky, yang dilakukan oleh GAM dan pemerintah Indonesia di Firlandia menghasilkan nota damai hingga saat ini.
“Saya kira, GAM melihat itu tidak ada mendapatkan dukungan internasional kalau tetap ingin memisahkan diri dari NKRI,” kata Salim.
Dalam konteks Papua, Salim yakin tidak ada negara yang mendukung gerakan separatis di daerah tersebut. “Kalau Anda (separatis) tidak ada yang mendukung tidak ada gunanya,” kata Salim.
Karena itu, ia meminta Gubernur Papua Terpilih Lukas Enembe agar menyelesaikan masalah separatis.
Salim juga meminta pemerintah untuk melakukan komunikasi dengan kelompok-kelompok yang bersebrangan.
“Ini harus dilakukan dimana permasalahan separatis harus diselesaikan sehingga tidak menggangu investasi,” katanya.
Menurutnya, selama ada gangguan konflik, maka secara otomatis akan menggangu arus investasi dan pembangunan di Papua.
Terpisah, Kepala Pusat Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Laksda TNI Iskandar Sitompul di Puspen TNI, Selasa (26/2), memberikan penjelasan kepada wartawan terkait penyerangan dan penembakan yang terjadi di wilayah Tinggi Nambut dan Sinak Kabupaten Puncak Jaya oleh Gerakan Pengacau Keamanan (GPK).
Dalam penjelasannya, Kapuspen TNI mengatakan pada hari Kamis, 21 Februari 2013 terjadi penembakan dan penghadangan terhadap anggota TNI di dua lokasi berbeda di wilayah Puncak Jaya, Papua oleh GPK Papua yang mengakibatkan 8 prajurit TNI gugur. Pukul 09.30 WIT terjadi penyerangan terhadap Pos Maleo Yonif 753/AVT di Distrik Tinggi Nambut oleh GPK bersenjata yang mengakibatkan 2 prajurit TNI terkena tembakan yaitu Lettu Inf Reza Gita Armena mengalami luka akibat terkena tembakan pada lengan sebelah kiri, Pratu Wahyu Prabowo terkena tembakan bagian dada sebelah kiri, dan meninggal di tempat kejadian.
Lalu pada pukul 10.30 WIT terjadi penghadangan terhadap prajurit TNI anggota Koramil Sinak Kodim 1714 Puncak Jaya pada saat akan mengambil barang kiriman berupa alat komunikasi di Bandara Sinak yang dikirim dari Nabire dengan berjalan kaki. Akibat penghadangan oleh GPK bersenjata ini, 7 anggota TNI gugur yaitu Sertu M. Udin (anggota Koramil Sinak Kodim 1714/PJ), Sertu Frans Hera (anggota Koramil Sinak Kodim 1714/PJ), Sertu Ramadhan Amang (anggota Yonif 753/AVT), Sertu Edi Julian (anggota Yonif 753/AVT), Praka Jojo Wihardjo (anggota Yonif 753/AVT), Praka Wemprit anggota Yonif 753/AVT, dan Pratu Mustofa (anggota Yonif 753/AVT).
Pada Jumat, 22 Februari 2013 pukul 08.28 WIT, helikopter jenis Puma TNI AU dengan Nomor Register HT-3318 ditembak GPK pada saat melakukan evakuasi jenazah di Bandara Sinak, Puncak Jaya, Papua.
Akibat dari tembakan GPK tersebut, seorang kru pesawat atas nama Lettu Tek Amang Rosadi menderita luka-luka pada bagian tangan sebelah kiri, sedangkan 4 kru heli yang lainnya selamat.
Heli yang dipiloti Mayor Penerbang Asep Wahyu Wijaya akhirnya memutuskan untuk balik menuju Mulia, PuncakJaya.
Kapuspen TNI menjelaskan proses evakuasi dilanjutkan, namun karena cuaca yang buruk sehingga proses evakuasi ditunda esok harinya.
Sumber: Jurnas.com
0 komentar:
Posting Komentar