Akibat kelangkaan bahan bakar minyak, terutama solar dan Premium, warga
perbatasan di Sebatik, Krayan, dan Krayan Selatan, Kabupaten Nunukan,
Kalimantan Timur, memilih membeli dari Malaysia. Tak peduli harga lebih
mahal, asalkan kebutuhan bahan bakar terpenuhi untuk bekerja setiap
hari.
Juru bicara Pemerintah Kabupaten Nunukan, Hasan Basri, mengatakan, karena tak ada stok bahan bakar, warga sampai meninggalkan kendaraannya sampai ada kiriman di APMS (pompa bensin). "Di sini sudah terbiasa, seperti hari ini tak ada APMS yang buka karena tak ada solar dan bensinnya," kata Hasan Basri yang dihubungi dari Samarinda, Rabu, 1 Mei 2013.
Di Kabupaten Nunukan hingga kini tak ada SPBU. APMS yang ada terpaksa melayani kebutuhan solar dan bensin kendaraan dan kebutuhan bahan bakar para nelayan. Di Pulau Sebatik, kata Hasan Basri, justru kebutuhan nelayan akan bahan bakar sangat tinggi. "Karena tak ada, mereka beli ke Tawau, Malaysia," kata dia.
Menurut dia, nelayan di sana tak pernah mengeluh soal harga beli bahan bakar di Tawau. Harga setiap liter bensin dan solar di Tawau lebih mahal. Bensin, misalnya, harganya 2 ringgit Malaysia atau setara dengan Rp 6.000. "Kalau soal harga tak masalah di sini, yang penting barangnya ada," kata Hasan Basri.
Di Sebatik, kata dia, mayoritas warganya nelayan. Dengan demikian, kebutuhan bahan bakar sangat tinggi. Sementara hingga kini belum ada APMS untuk penjualan di laut. Untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar, pemerintah Nunukan telah mengusulkan penambahan kuota. "Kabarnya sudah disetujui penambahan kuota kami," kata dia.
Dia mengungkapkan, masalah di Nunukan adalah masalah antar-negara. Oleh karena itu, Pemda Nunukan meminta, dengan kondisi ini, pemerintah pusat memperhatikan kebutuhan warga di perbatasan.
Kecamatan Krayan dan Kecamatan Krayan Selatan yang berbatasan langsung dengan Serawak, Malaysia, belum bisa dijangkau melalui darat. Hanya dengan pesawat terbang bisa menuju dua kecamatan ini. Akibatnya, harga bahan bakar minyak di dua kecamatan ini tak wajar.
Hasan Basri mengatakan, warga di sana lebih banyak menikmati bahan bakar dari pemerintah Malaysia. "Kalau di Krayan per liter Rp 12 ribu itu juga didapat dari Serawak, Malaysia," kata Hasan Basri.
Menanggapi rencana kenaikan harga BBM, Hasan Basri berujar santai. "Kami di sini sudah biasa bensin atau solar mahal, yang penting itu barangnya ada," kata dia.
Juru bicara Pemerintah Kabupaten Nunukan, Hasan Basri, mengatakan, karena tak ada stok bahan bakar, warga sampai meninggalkan kendaraannya sampai ada kiriman di APMS (pompa bensin). "Di sini sudah terbiasa, seperti hari ini tak ada APMS yang buka karena tak ada solar dan bensinnya," kata Hasan Basri yang dihubungi dari Samarinda, Rabu, 1 Mei 2013.
Di Kabupaten Nunukan hingga kini tak ada SPBU. APMS yang ada terpaksa melayani kebutuhan solar dan bensin kendaraan dan kebutuhan bahan bakar para nelayan. Di Pulau Sebatik, kata Hasan Basri, justru kebutuhan nelayan akan bahan bakar sangat tinggi. "Karena tak ada, mereka beli ke Tawau, Malaysia," kata dia.
Menurut dia, nelayan di sana tak pernah mengeluh soal harga beli bahan bakar di Tawau. Harga setiap liter bensin dan solar di Tawau lebih mahal. Bensin, misalnya, harganya 2 ringgit Malaysia atau setara dengan Rp 6.000. "Kalau soal harga tak masalah di sini, yang penting barangnya ada," kata Hasan Basri.
Di Sebatik, kata dia, mayoritas warganya nelayan. Dengan demikian, kebutuhan bahan bakar sangat tinggi. Sementara hingga kini belum ada APMS untuk penjualan di laut. Untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar, pemerintah Nunukan telah mengusulkan penambahan kuota. "Kabarnya sudah disetujui penambahan kuota kami," kata dia.
Dia mengungkapkan, masalah di Nunukan adalah masalah antar-negara. Oleh karena itu, Pemda Nunukan meminta, dengan kondisi ini, pemerintah pusat memperhatikan kebutuhan warga di perbatasan.
Kecamatan Krayan dan Kecamatan Krayan Selatan yang berbatasan langsung dengan Serawak, Malaysia, belum bisa dijangkau melalui darat. Hanya dengan pesawat terbang bisa menuju dua kecamatan ini. Akibatnya, harga bahan bakar minyak di dua kecamatan ini tak wajar.
Hasan Basri mengatakan, warga di sana lebih banyak menikmati bahan bakar dari pemerintah Malaysia. "Kalau di Krayan per liter Rp 12 ribu itu juga didapat dari Serawak, Malaysia," kata Hasan Basri.
Menanggapi rencana kenaikan harga BBM, Hasan Basri berujar santai. "Kami di sini sudah biasa bensin atau solar mahal, yang penting itu barangnya ada," kata dia.
Sumber: Tempo
0 komentar:
Posting Komentar