Jakarta -Asosiasi
Pengusaha Gula dan Terigu Indonesia (Apegti) mempertanyakan tanggung
jawab pemerintah terkait kacaunya pengadaan dan distribusi gula di
daerah perbatasan Indonesia. Kurangnya pasokan gula dari Jawa ke daerah
perbatasan itu dinilai menyuburkan praktik penyelundupan.
“Produksi gula konsumsi hanya dapat diserap oleh konsumen di Jawa. Lalu bagaimana dengan konsumen di perbatasan? “ kata Ketua Apegti Natsir Mansyur di sela-sela peringatan Hari Konsumen Nasional di Jakarta, kemarin.
Menurut Natsir, konsumsi gula nasional mencapai 2.9 juta ton per tahun.
Padahal, produksi gula konsumsi di Jawa hanya 2,1 – 2,3 juta ton juta per tahun. Sehingga, hampir seluruh produksi hanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi di Jawa.
Natsir mengungkapkan, sudah setahun belakangan masyarakat perbatasan tidak mendapat distribusi gula dengan baik. Disparitas harga gula antara Jawa dan perbatasan pun sangat tinggi. “Di Kalimantan, harga gula konsumsi dari Malaysia sekitar Rp. 10.000 per kilogram. Gula dari Jawa malah Rp. 13.000 per kilogram. Itupun sulit didapat,” katanya.
Tak hanya gula, kata Natsir, kebutuhan pangan lainnya seperti beras, daging sapi dan makanan olahan lebih mudah didatangkan dari negara tetangga dibandingkan dari Indonesia sendiri. Apegti menilai pemerintah kurang peka terhadap permasalahan yang terjadi di perbatasan.
“Kalau regulasi impor gula diatur dengan baik, penyeludupan akan berkurang, pajak bea masuk buat dapat diperoleh negara, dan tidak akan terjadi lagi perselisihan sesama warga dan aparat.
Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi menyatakan, pemerintah telah memberikan jatah khusus impor gula bagi Provinsi Nangroe Aceh Darussalam dan Kepulauan Riau. "Sudah dari dulu sejak 8 tahun yang lalu,” kata Bayu pada kesempatan yang sama.
Menurut Bayu, jatah impor khusus itu diberikan karena distribusi gula dari Jawa ke dua wilayah terluar Indonesia itu tak optimal. Masalah distribusi itu membuat kebutuhan konsumsi gula di sana tidak terpenuhi.
Tahun lalu, Kalimantan juga mendapat jatah impor khusus gula kristal putih untuk memenuhi kebutuhannya. “Sekarang mereka mengajukan (izin) lagi. Tetapi tahun ini belum ada izin yang keluar," kata Bayu.
Pengusaha menyatakan mendukung langkah pemerintah yang mengeluarkan izin impor khusus bagi daerah perbatasan. “Memang diperlukan langkah-langkah yang tepat dengan membuat regulasi atau tata niaga yang baik dalam pemenuhan kebutuhan gula dan bahan pokok, sehingga tidak semua barang menjadi ilegal,” kata Natsir.
“Produksi gula konsumsi hanya dapat diserap oleh konsumen di Jawa. Lalu bagaimana dengan konsumen di perbatasan? “ kata Ketua Apegti Natsir Mansyur di sela-sela peringatan Hari Konsumen Nasional di Jakarta, kemarin.
Menurut Natsir, konsumsi gula nasional mencapai 2.9 juta ton per tahun.
Padahal, produksi gula konsumsi di Jawa hanya 2,1 – 2,3 juta ton juta per tahun. Sehingga, hampir seluruh produksi hanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi di Jawa.
Natsir mengungkapkan, sudah setahun belakangan masyarakat perbatasan tidak mendapat distribusi gula dengan baik. Disparitas harga gula antara Jawa dan perbatasan pun sangat tinggi. “Di Kalimantan, harga gula konsumsi dari Malaysia sekitar Rp. 10.000 per kilogram. Gula dari Jawa malah Rp. 13.000 per kilogram. Itupun sulit didapat,” katanya.
Tak hanya gula, kata Natsir, kebutuhan pangan lainnya seperti beras, daging sapi dan makanan olahan lebih mudah didatangkan dari negara tetangga dibandingkan dari Indonesia sendiri. Apegti menilai pemerintah kurang peka terhadap permasalahan yang terjadi di perbatasan.
“Kalau regulasi impor gula diatur dengan baik, penyeludupan akan berkurang, pajak bea masuk buat dapat diperoleh negara, dan tidak akan terjadi lagi perselisihan sesama warga dan aparat.
Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi menyatakan, pemerintah telah memberikan jatah khusus impor gula bagi Provinsi Nangroe Aceh Darussalam dan Kepulauan Riau. "Sudah dari dulu sejak 8 tahun yang lalu,” kata Bayu pada kesempatan yang sama.
Menurut Bayu, jatah impor khusus itu diberikan karena distribusi gula dari Jawa ke dua wilayah terluar Indonesia itu tak optimal. Masalah distribusi itu membuat kebutuhan konsumsi gula di sana tidak terpenuhi.
Tahun lalu, Kalimantan juga mendapat jatah impor khusus gula kristal putih untuk memenuhi kebutuhannya. “Sekarang mereka mengajukan (izin) lagi. Tetapi tahun ini belum ada izin yang keluar," kata Bayu.
Pengusaha menyatakan mendukung langkah pemerintah yang mengeluarkan izin impor khusus bagi daerah perbatasan. “Memang diperlukan langkah-langkah yang tepat dengan membuat regulasi atau tata niaga yang baik dalam pemenuhan kebutuhan gula dan bahan pokok, sehingga tidak semua barang menjadi ilegal,” kata Natsir.
Sumber: Tempo
0 komentar:
Posting Komentar