Ketegangan di wilayah Lahad Datu, Sabah, Malaysia, sangat terasa.
Kelompok pengikut Sultan Sulu, Filipina, yang menduduki desa Tanduo
sejak dua pekan terakhir, diberi tenggat waktu.
Jumat (22/2), pemerintah Malaysia memberikan tenggat waktu hingga Minggu (24/2), kepada kelompok yang dipimpin Raja Muda Azzumudie, saudara Sultan Sulu Jamalul Kiram III, agar hengkang dari Sabah.
Perpanjangan waktu ini dilakukan negeri jiran setelah Filipina meminta Kuala Lumpur memberi tenggat waktu hingga Selasa (26/2).
Sekitar 200 pengikut Kesultanan Sulu telah mengalami krisis pangan, sementara itu, pasukan bersenjata Malaysia terus mengetatkan penjagaan di seputar wilayah pendudukan. Pasukan Malaysia terus bersiap menghadapi kemungkinan bentrok dengan pengikut Kesultanan Sulu.
Menteri Luar Negeri Malaysia Anifah Aman menyampaikan harapannya agar ketegangan di wilayah Sabah bisa cepat berakhir. “Saya harap ketegangan ini akan berakhir sesuai dengan tenggat waktu yang kami berikan,” tutur Anifah, kemarin.
Wakil juru bicara Kepresidenan Filipina, Abigail Valte, menyebutkan bahwa Malacanang masih menunggu kesediaan Malaysia memperpanjang waktu tenggat. “Hingga saat suasana di Sabah masih sangat tenang,” ujar Valte kepada Radio DzRB, kemarin.
Menjelang detik-detik berakhirnya waktu tenggat, Sultan Jamalul Kiram III meminta bantuan perlindungan kepada Badan Pengungsi PBB (UNHCR).
Selain kepada UNHCR, Sultan juga menulis permohonan kepada pimpinan Brunei Darussalam, Sultan Hassanal Bolkiah, untuk ikut menyelesaikan ketegangan di desa Tanduao. Jamalul mengharapkan bantuan makanan untuk pengikut Sultan yang kekurangan pangan. Hal ini dikarenakan boikot yang dilakukan pasukan keamanan Malaysia yang berjaga di wilayah perbatasan.
Hingga saat ini, pemerintahan Presiden Beniqno Aquino menolak untuk turun tangan secara langsung dalam pertikaian ini. Salah satu alasan Aquino adalah untuk tidak merusak persahabatan Filipina dan Malaysia.
Wakil Perdana Menteri Malaysia Muhyiddin Yassin yang mengunjungi Sabah mengatakan, Pemerintah Malaysia masih terus berjaga-jaga di wilayah Lahad Datu. Pendekatan hati-hati merupakan bentuk bukti dari kemampuan pemerintah untuk menghadapi situasi apapun.
“Pemerintah saat ini berupaya keras untuk mengatasi permasalahan sensitif ini dengan cara damai. Rakyat bisa melihat langsung bagaimana kami menangani masalah,” ujar Muhyiddin, kemarin.
Kapal perang Filipina berpatroli di sekitar perairan Kepulauan Sulu yang hanya berjarak setengah jam perjalanan dari wilayah Sabah. Kapal perang dikerahkan untuk menjaga keamanan di wilayah perbatasan supaya konflik di Sabah tidak merembet dan menjadi besar.
Pengikut Sultan itu mendarat di Sabah pertengahan Februari. Menurut Kesultanan Sulu, mereka mengirim berjumlah 400 orang dan 20 di antaranya membawa senjata untuk tinggal di Lahad Datu, Pulau Kalimantan atau Borneo, yang masuk Negara Bagian Sabah, Malaysia. Mereka mengklaim, wilayah tersebut merupakan tanah leluhur mereka, Sultan Sulu.
Jumat (22/2), pemerintah Malaysia memberikan tenggat waktu hingga Minggu (24/2), kepada kelompok yang dipimpin Raja Muda Azzumudie, saudara Sultan Sulu Jamalul Kiram III, agar hengkang dari Sabah.
Perpanjangan waktu ini dilakukan negeri jiran setelah Filipina meminta Kuala Lumpur memberi tenggat waktu hingga Selasa (26/2).
Sekitar 200 pengikut Kesultanan Sulu telah mengalami krisis pangan, sementara itu, pasukan bersenjata Malaysia terus mengetatkan penjagaan di seputar wilayah pendudukan. Pasukan Malaysia terus bersiap menghadapi kemungkinan bentrok dengan pengikut Kesultanan Sulu.
Menteri Luar Negeri Malaysia Anifah Aman menyampaikan harapannya agar ketegangan di wilayah Sabah bisa cepat berakhir. “Saya harap ketegangan ini akan berakhir sesuai dengan tenggat waktu yang kami berikan,” tutur Anifah, kemarin.
Wakil juru bicara Kepresidenan Filipina, Abigail Valte, menyebutkan bahwa Malacanang masih menunggu kesediaan Malaysia memperpanjang waktu tenggat. “Hingga saat suasana di Sabah masih sangat tenang,” ujar Valte kepada Radio DzRB, kemarin.
Menjelang detik-detik berakhirnya waktu tenggat, Sultan Jamalul Kiram III meminta bantuan perlindungan kepada Badan Pengungsi PBB (UNHCR).
Selain kepada UNHCR, Sultan juga menulis permohonan kepada pimpinan Brunei Darussalam, Sultan Hassanal Bolkiah, untuk ikut menyelesaikan ketegangan di desa Tanduao. Jamalul mengharapkan bantuan makanan untuk pengikut Sultan yang kekurangan pangan. Hal ini dikarenakan boikot yang dilakukan pasukan keamanan Malaysia yang berjaga di wilayah perbatasan.
Hingga saat ini, pemerintahan Presiden Beniqno Aquino menolak untuk turun tangan secara langsung dalam pertikaian ini. Salah satu alasan Aquino adalah untuk tidak merusak persahabatan Filipina dan Malaysia.
Wakil Perdana Menteri Malaysia Muhyiddin Yassin yang mengunjungi Sabah mengatakan, Pemerintah Malaysia masih terus berjaga-jaga di wilayah Lahad Datu. Pendekatan hati-hati merupakan bentuk bukti dari kemampuan pemerintah untuk menghadapi situasi apapun.
“Pemerintah saat ini berupaya keras untuk mengatasi permasalahan sensitif ini dengan cara damai. Rakyat bisa melihat langsung bagaimana kami menangani masalah,” ujar Muhyiddin, kemarin.
Kapal perang Filipina berpatroli di sekitar perairan Kepulauan Sulu yang hanya berjarak setengah jam perjalanan dari wilayah Sabah. Kapal perang dikerahkan untuk menjaga keamanan di wilayah perbatasan supaya konflik di Sabah tidak merembet dan menjadi besar.
Pengikut Sultan itu mendarat di Sabah pertengahan Februari. Menurut Kesultanan Sulu, mereka mengirim berjumlah 400 orang dan 20 di antaranya membawa senjata untuk tinggal di Lahad Datu, Pulau Kalimantan atau Borneo, yang masuk Negara Bagian Sabah, Malaysia. Mereka mengklaim, wilayah tersebut merupakan tanah leluhur mereka, Sultan Sulu.
Sumber: Rakyat Merdeka Online
0 komentar:
Posting Komentar