Jakarta — Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) mengakui
perundingan sengketa perbatasan laut dengan negara lain rumit untuk
diselesaikan karena memerlukan proses yang cukup panjang.
"Permasalahannya
tidak mudah untuk diselesaikan karena saat perundingan bukan hanya
perhitungan teknis saja. Kalau kita bicara perbatasan, sejengkal pun
akan kita pertahankan hingga titik darah penghabisan, begitu pun negara
lain," kata Dirjen Hukum dan Perjanjian Internasiomal (HPI) Kemlu
Linggawaty Hakim, Senin (25/2).
Menurut dia,
penyelesaian sengketa batas laut tidak mudah karena semua anggota tim
delegasi dari semua pihak juga tidak ingin disebutkan menyerahkan
kedaulatan kepada pihak asing.
"Penyelesaian
sengketa bukan hanya terkait dengan teknis perbatasan saja, melainkan
aspek lain berupa aspek pertahanan keamanan, ekonomi, dan sumber daya
juga harus dibahas dalam perundingan. Ini juga memerlukan proses yang
panjang," katanya seraya mengatakan prioritas penyelesaian sengketa yang
bersentuhan langsung dengan negara tetangga, seperti Malaysia,
Filipina, Singapura dan Vietnam.
Linggawaty
menjelaskan, diperlukan kemauan atau 'political will' dari masing-masing
negara untuk mencari solusi terbaik (win-win solution) dalam mengatasi
persoalan sengketa perbatasan laut itu. Semua itu perlu disepakati kedua
belah pihak pada tingkat teknis, setelah itu baru dibawa kepada
pemerintah masing-masing untuk disepakati lebih lanjut.
Ia
menambahkan, perundingan antara Indonesia dan Malaysia sudah dilakukan
24 kali perundingan sejak tahun 2004 lalu. Ada beberapa kesepakatan di
tingkat teknis yang akan kita selesaikan dalam tahun ini, ujarnya.
Oleh karena itu, koordinasi dengan berbagai pihak mutlak diperlukan agar persoalan sengketa laut bisa diselesaikan.
Sementara
itu, Wakil Kepala Staf TNI Angkatan Laut (Wakasal) Laksamana Madya TNI
Hari Bowo mengatakan perbatasan laut Indonesia masih menjadi wilayah
rawan konflik, sehingga TNI AL perlu untuk mengetahui dengan persis
masalah perbatasan, terutama di wilayah laut.
Ia
mengakui besarnya potensi sengketa wilayah perbatasan laut strategis
yang masih perlu diselesaikan melalui diplomasi oleh Kementerian Luar
Negeri. TNI AL juga mengakui kurangnya armada kapal penjaga perbatasan.
"Namun,
kami tetap berupaya maksimal sampai kebutuhan armada bisa bertambah
sesuai dengan kekuatan pokok minimum atau 'Minimum Essential Forces
(MEF)'," ujar Hari.
Menurut dia, wilayah Selat
Malaka masih mendapatkan perhatian khusus karena negosiasi dengan
Malaysia dan Singapura masih belum rampung. Penyelesaian sengketa
wilayah strategis itu tidak mudah dan butuh pendekatan yang bersifat
dinamis, tuturnya.
Sumber: Aktual.co
0 komentar:
Posting Komentar