VIVAnews -
Rektor Universitas Tanjungpura Pontianak, Dr. Thamrin Usman, menyatakan
perhatian di bidang pendidikan harus diberikan kepada anak-anak yang
tinggal di daerah perbatasan dengan negara lain. Tahun ini, 100
mahasiswa yang berasal dari kabupaten-kabupaten di Kalimantan Barat yang
berbatasan dengan Malaysia mendapat beasiswa kuliah ke sejumlah
perguruan tinggi bergengsi.
Program afirmatif dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dikti) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan ini berisikan program gratis kuliah S-1 plus biaya hidup untuk lulusan SMA, Madrasah Aliyah, dan SMK di kawasan perbatasan, tertinggal dan terluar dari Kalbar. Mereka kemudian dibebaskan memilih salah satu dari enam perguruan tinggi negeri terpopuler di Indonesia.
“Semula kami hanya mendapatkan jatah 60 kursi dari total 100 kursi untuk anak-anak di daerah perbatasan, terpencil dan terluar di Kalbar. Tapi Dikti kini menyerahkan seluruh kuotanya untuk Kalbar. Jadi kami mendapatkan 100 kursi,” kata Thamrin, Senin 25 Maret 2013.
Dari seluruh Indonesia tahun ini, hanya Kalbar yang dipilih dan Universitas Tanjungpura Pontianak yang dipercaya. Ada 10 kabupaten di Kalbar yang akan mengikuti program ini yakni Sambas, Bengkayang, Landak, Sanggau, Sintang, Kapuas Hulu, Melawi, Sekadau, Ketapang, dan Kayong Utara.
Program afirmatif dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dikti) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan ini berisikan program gratis kuliah S-1 plus biaya hidup untuk lulusan SMA, Madrasah Aliyah, dan SMK di kawasan perbatasan, tertinggal dan terluar dari Kalbar. Mereka kemudian dibebaskan memilih salah satu dari enam perguruan tinggi negeri terpopuler di Indonesia.
“Semula kami hanya mendapatkan jatah 60 kursi dari total 100 kursi untuk anak-anak di daerah perbatasan, terpencil dan terluar di Kalbar. Tapi Dikti kini menyerahkan seluruh kuotanya untuk Kalbar. Jadi kami mendapatkan 100 kursi,” kata Thamrin, Senin 25 Maret 2013.
Dari seluruh Indonesia tahun ini, hanya Kalbar yang dipilih dan Universitas Tanjungpura Pontianak yang dipercaya. Ada 10 kabupaten di Kalbar yang akan mengikuti program ini yakni Sambas, Bengkayang, Landak, Sanggau, Sintang, Kapuas Hulu, Melawi, Sekadau, Ketapang, dan Kayong Utara.
Enam perguruan tinggi
yang menjadi tujuan para penerima beasiswa ini adalah Universitas
Indonesia (UI), Universitas Gadjah Mada (UGM), Institut Teknologi
Bandung (ITB), Institut Pertanian Bogor (IPB), Institut Teknologi
Sepuluh November (ITS) dan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI).
Seleksi awal dilakukan oleh Pemda setempat.
"Nanti Pemda akan mengirimkan nama-nama siswa yang akan didaftarkan ke program beasiswa penuh ini kepada panitia lokal. Beberapa waktu lalu kami sudah rapat dengan para kepala daerah, dan mereka siap dengan program ini,“ Thamrin Usman menjelaskan.
"Nanti Pemda akan mengirimkan nama-nama siswa yang akan didaftarkan ke program beasiswa penuh ini kepada panitia lokal. Beberapa waktu lalu kami sudah rapat dengan para kepala daerah, dan mereka siap dengan program ini,“ Thamrin Usman menjelaskan.
Beranda terdepan
Pernyataan Thamrin itu
disampaikan dalam kegiatan 4 Pilar Goes to Campus dengan tema
"Pembangunan Wilayah Perbatasan" di Auditorium Universitas Tanjungpura
Pontianak, Kalimantan Barat, Senin, 25 Maret 2013. Selain Thamrin juga
hadir Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Ahmad Farhan
Hamid.
Farhan menjelaskan, dalam beberapa tahun terakhir isu soal ketertinggalan daerah perbatasan Indonesia terus mencuat. Menurut dia, hal tersebut seiring dengan berubahnya paradigma tentang wilayah perbatasan tersebut.
“Dulu perbatasan itu dianggap halaman belakang. Tapi, pandangan ini berubah setelah reformasi, bahwa perbatasan harus jadi beranda terdepan,” ujar dia.
Farhan mengatakan, memang saat ini ketimpangan pembanguan infrastruktur antara daerah perkotaan dengan perbatasan masih belum optimal. Salah satunya adalah karena belum terkoordinasinya lembaga-lembaga pemerintah. Memang sudah ada Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP), namun perannya masih terbatas.
“Kami akan mendorong BNPP diberikan hak untuk eksekusi agar bisa lebih berbuat banyak, bukan hanya sekadar koordinasi. Sementara ini pembangunan di perbatasan dilakukan oleh banyak instansi, padahal hanya kecil-kecil. Ini tentu menambah cost yang seharusnya tidak perlu,” ujarnya. Menurut dia, ada baiknya, pembangunan perbatasan dikonsentrasikan kepada satu badan sehingga bisa maksimal.
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Al Muzammil Yusuf, mengatakan penting bagi Indonesia untuk membangun infrastruktur yang berkaitan dengan komunikasi, seperti jaringan seluler, radio dan televisi. Menurut dia, selama ini masyarakat di perbatasan lebih familiar dengan informasi dan budaya negara tetangga dibandingkan dari Indonesia. Lemahnya infrastruktur ,ucap dia, dan sentuhan Indonesia di perbatasan membuat masyarakat di sana bergantung dari negara tetangga.
Akademisi Universitas Tanjungpura Pontianak, Dr. Hermansyah, mengatakan sebanyak 80 persen kebutuhan masyarakat perbatasan datang dari negeri seberang. Tidak sedikit barang-barang itu masuk dengan cara-cara ilegal. Namun, menurut dia, hal itu tidak bisa disalahkan. “Mereka terpaksa melakukan itu. Karena barang yang dari Indonesia memang terbatas. Mereka hanya mencari cara bertahan hidup,” katanya.
Farhan menjelaskan, dalam beberapa tahun terakhir isu soal ketertinggalan daerah perbatasan Indonesia terus mencuat. Menurut dia, hal tersebut seiring dengan berubahnya paradigma tentang wilayah perbatasan tersebut.
“Dulu perbatasan itu dianggap halaman belakang. Tapi, pandangan ini berubah setelah reformasi, bahwa perbatasan harus jadi beranda terdepan,” ujar dia.
Farhan mengatakan, memang saat ini ketimpangan pembanguan infrastruktur antara daerah perkotaan dengan perbatasan masih belum optimal. Salah satunya adalah karena belum terkoordinasinya lembaga-lembaga pemerintah. Memang sudah ada Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP), namun perannya masih terbatas.
“Kami akan mendorong BNPP diberikan hak untuk eksekusi agar bisa lebih berbuat banyak, bukan hanya sekadar koordinasi. Sementara ini pembangunan di perbatasan dilakukan oleh banyak instansi, padahal hanya kecil-kecil. Ini tentu menambah cost yang seharusnya tidak perlu,” ujarnya. Menurut dia, ada baiknya, pembangunan perbatasan dikonsentrasikan kepada satu badan sehingga bisa maksimal.
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Al Muzammil Yusuf, mengatakan penting bagi Indonesia untuk membangun infrastruktur yang berkaitan dengan komunikasi, seperti jaringan seluler, radio dan televisi. Menurut dia, selama ini masyarakat di perbatasan lebih familiar dengan informasi dan budaya negara tetangga dibandingkan dari Indonesia. Lemahnya infrastruktur ,ucap dia, dan sentuhan Indonesia di perbatasan membuat masyarakat di sana bergantung dari negara tetangga.
Akademisi Universitas Tanjungpura Pontianak, Dr. Hermansyah, mengatakan sebanyak 80 persen kebutuhan masyarakat perbatasan datang dari negeri seberang. Tidak sedikit barang-barang itu masuk dengan cara-cara ilegal. Namun, menurut dia, hal itu tidak bisa disalahkan. “Mereka terpaksa melakukan itu. Karena barang yang dari Indonesia memang terbatas. Mereka hanya mencari cara bertahan hidup,” katanya.
Sumber: vivanews
0 komentar:
Posting Komentar