BANDUNG, (PRLM).- PT Dirgantara Indonesia mendapatkan kontrak
pengerjaan 14 unit pesawat per Februari 2013. Diproyeksikan nilai
kontrak tersebut bisa memenuhi sekitar 74% dari target kontrak yang
ditetapkan pada tahun ini.
Kepala Komunikasi PT DI, Soni Saleh Ibrahim, merinci keempat belas
unit pesawat itu, masing-masing untuk pasar Asia Tenggara sebanyak 8
unit pesawat, dan 6 unit pesawat untuk pasar dalam negeri.
Adapun untuk pasar Asia Tenggara adalah CN 235 sebanyak 4 unit,
pesawat CN 212 sebanyak 2 unit, dan pesawat CN 295 sebanyak 2 unit.
Sementara untuk pasar dalam negeri adalah pesawat jenis CN 235
sebanyak 3 unit, dan Helikopter Bell sebanyak 3 unit. "Secara total,
kontraknya bernilai Rp 2,3 triliun," katanya saat jumpa pers di kantor
PT DI, Jl Pajajaran, Rabu (20/2).
Dia menambahkan, target kontrak yang ditetapkan pihaknya untuk tahun
ini sebesar Rp 3,1 triliun. Dengan demikian, progres nilai kontrak yang
telah didapatkan oleh PT DI per Februari 2013 mencapai sekitar 74% dari
target yang ditetapkan.
Selain itu, dia juga mengatakan, pihaknya sedang dalam proses
menunggu hasil audit dari otoritas perhubungan udara Eropa atau European
Aviation Safety Agency (EASA).
Audit tersebut merupakan salah satu rangkaian proses yang dilakukan
agar pihaknya mendapatkan persetujuan untuk bisa melakukan perawatan Air
Bus Military.
Dia mengatakan, rangkaian proses tersebut cukup lama. Menurutnya,
sejak akhir tahun kemarin pihaknya telah menjalani proses tersebut.
"Setelah proses audit ini pun, masih ada lagi beberapa rangkaian
proses, seperti sertifikasi orang-orang yang akan melakukan perawatan,
kemudian proses kualifikasi tools yang akan kami pakai untuk perawatan
itu," ujarnya.
PT DI menargetkan pendapatan sekitar Rp 200-Rp 250 miliar dari bisnis
perawatan pesawat. Mengomentari jenis pesawat yang nantinya akan
dirawat oleh PT DI, dia mengatakan, mayoritas pesawat tersebut adalah
jenis pesawat Boeing dan Air Bus.
Soni berkeyakinan pihaknya bisa melewati proses kualifikasi untuk
mendapatkan sertifikat perawatan pesawatan. Hal itu didasari oleh
besarnya modal untuk mengikuti rangkaian proses, dan keinginan untuk
memperbesar porsi bisnis perawatan pesawat dari perusahaan asal
Indonesia.
Terkait dengan besarnya porsi, dia mencontohkan bisnis perawatan
pesawat pada tahun 2010 lalu. Menurutnya, bisnis perawatan pesawat pada
masa itu senilai Rp 600 juta dolar AS.
Dari nilai tersebut, yang terserap oleh perusahaan asal Indonesia,
termasuk PT DI, hanya sebesar 20%. Sementara sisanya sebagian besar
diserap oleh negara-negara, seperti Malaysia, Singapura, dan Thailand.
Soni juga mengatakan, pihaknya saat ini sedang dalam masa menunggu
kontrak pengerjaan pesawat komersil sekelas N 250 berkapasitas 70-80
penumpang. Inisiator pengerjaan pesawat tersebut adalah PT Ragio Aviasi
Industri (RAI), dimana BJ Habibie menjabat sebagai ketua dewan
komisarisnya.
"PT Rai sudah mendekalarasikan diri pada 2012 awal, terkait pembuatan
pesawat sekelas N 250 tersebut, dan hingga sekarang diskusi dengan PT
DI sudah berlangsung. Namun, belum sampai ke masalah kontrak.
Rencananya, nanti memang PT DI yang mengerjakan, sementara pemasaran
oleh PT RAI," ujarnya.
Meskipun demikian, dia mengatakan, pihaknya sudah melakukan persiapan
terkait masalah perencanaan. "Persiapannya memang harus dari sekarang,
meski matrial belum masuk. Dan dalam waktu 3 tahun harus jadi. Kalau
lebih dari itu, bisa kemahalan dari orang-orangnya, karena mereka juga
kan digaji," katanya.
Sumber: www.pikiran-rakyat.com
0 komentar:
Posting Komentar