Jakarta - Pemerintah Korea Selatan (Korsel) menunda
kerjasama industri pesawat tempur bersama Indonesia yang diberi nama
Korea Fighter Xperiment/Indonesia Fighter Xperiment (KFX/IFX). Alasannya
pemerintah Korsel masih dalam tahap transisi kekuasaan terkait
pergantian presiden baru Korsel.
"Ditunda setahun setengah karena
ada perubahan pemimpin Korea yang baru dilantik kemarin kan
presidennya, jadi dia Ingin meyakinkan pemerintah supaya lebih ada data,
dasarnya menghadapi parlemen," kata Dirjen Potensi Pertahanan
Kementerian Pertahanan, Pos Hutabarat di acara Seminar Pembangunan
Industri Pertahanan Yang Terintegrasi Melalui Penguasaan Teknologi, Guna
Kemandirian Bangsa di Kementerian Perindustrian, Jalan Gatot Subroto,
Jakarta, Kamis (28/2/2013).
Pos menuturkan penundaan kerjasama
ini terhitung mulai Januari 2013 hingga satu tahun setengah. Sehingga
pada Juni 2014 kerjasama ini bisa realisasi kembali. "Tapi realisasinya
dalam hal engineering ya," katanya.
Ia menjelaskan dalam proyek
ini pemerintah Indonesia berkontribusi hanya 20% selebihnya oleh
pemerintah dan BUMN strategis Korsel. Rencananya dari proyek ini akan
diproduksi pesawat tempur KFX/IFX atau F-33 yang merupakan pesawat
tempur generasi 4,5 masih di bawah generasi F-35 buata AS yang sudah
mencapai generasi 5. Namun kemampuan KFX/IFX ini sudah di atas pesawat
tempur F-16.
Pesawat KFX/IFX akan dibuat 250 unit, dari jumlah
itu Indonesia akan mendapat 50 unit di 2020. Harga satu pesawat tempur
ini sekitar US$ 70-80 juta per unit.
"Tapi kita yang ini mungkin bisa dapat US$ 50-60 juta, karena kita ikut membangun, dari APBN kita," katanya.
Sebelumnya
PT Dirgantara Indonesia (PT DI) akan terlibat dalam pengembangan dan
produksi pesawat jet tempur buatan Indonesia. Pesawat itu dikembangkan
atas kerja sama Kementerian Pertahanan Korea Selatan dan Indonesia,
pesawat tempur KFX/IFX.
Direktur Utama Dirgantara Indonesia Budi
Santoso menuturkan, untuk mengembangan pesawat yang lebih canggih dari
F-16 dan di bawah F-35 ini, PT DI telah mengirimkan sebanyak 30 orang
tenaga insinyur ke Korsel untuk terlibat dalam pengembangan proyek
pesawat temput versi Indonesia dan Korsel.
"Baru pulang Desember
(2012) 30 orang. Kami mengirim atas nama Kemenhan. Jadi 1,5 tahun tim
kita ada di Korea. Kita 1,5 tahun sama-sama mendesain. Kita ada yang
belajar dari Korea, dan Korea ada yang belajar dari kita (PT DI)," tutur
Budi.
Sumber: detik.com
0 komentar:
Posting Komentar