MALANG — Negara-negara di Amerika Selatan merupakan pasar potensial
alat utama sistem persenjataan (Alutsista) Indonesia karena gencar
tengah meningkatkan kekuatan pertahanannya.
Rektor Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) Muhadjir Effendy
mencontohkan Chile yang hanya berpenduduk 20 juta jiwa namun anggaran
pertahanannya mencapai 3,2% dari produk domestik bruto (PDB)-nya.
“Dengan anggaran pertahanan sebesar itu, nominalnya hampir sama
dengan anggaran militer Indonesia yang mencapai Rp70 triliun,” katanya,
di sela-sela ekspor perdana smoke warhead cal. 70 MM ke Chile oleh PT Sari Bahari, Senin (25/3/2013).
Bahkan belanja pertahanan Brazil, lanjut dia, mencapai US$ 22 miliar
per tahun. Mereka tidak hanya mengimpor alutsista namun juga mampu
memproduksinya.
Karena itulah jika Sumber Bahari berhasil mengeskpor Alutstitsta ke
Chile maka suatu prestasi yang menggembirakan karena berhasil
mengalahkan negara-negara Amerika Selatan lainnya yang sebenarnya
industri Alutsista-nya juga berkembang, terutama Brazil.
Negara-negara yang royal membelanjakan Alutsista lainnya, yakni Argentina, Peru, dan Venezuela.
Direktur Utama Sari Bahari Ricky Hendrik Egam menambahkan selain
Chile pihaknya tengah melobi negara-negara lain di Asia Pasifik dan
Timur Tengah terkait dengan penjajakan impor alutsista produksi
perusahaan tersebut.
Produksi dari perusahaan tersebut a.l bomb P-100 (practice), bomb P-100 L (live), bomb P-25 (practice), smoke warhead cal. 70 MM (2,75”), folding fin for motor rocket cal. 70 mm (2,75”), container stand gun for cal. 5,56”-12.7” MM.
Dia berharap UU No.16/2012 tentang Industri Pertahanan bisa
diterapkan secara konsekuen. Jika UU tersebut benar-benar berjalan, maka
industri alutsista nasional akan berkembang.
Dirjen Potensi Pertahanan Kementerian Pertahanan Pos M. Hutabarat
mengatakan dalam UU tersebut memang diamanatkan bahwa pemenuhan
kebutuhan alutsista terutama dipenuhi dalam negeri.
Impor alutsista dibolehkan jika industri di dalam negeri tidak mampu
membuatnya. Itu pun dengan persyaratan, harus ada alih teknologi dalam
impor Alutsista.
Saat ini, anggaran belanja pertahanan mencapai 0,85% dari PDB
nasional. Padahal di negara maju, proposi belanja pertahanan mencapai 3%
dari PDB.
Anggaran kebutuhan Kementerian Pertahanan tahun ini mencapai Rp82
triliun, 50% diserap untuk personel, 20% untuk pengadaan dan
pemeliharaan, dan 30% untuk pengadaan alutsista baru.
Pada 2019 diharapkan anggaran pertahanan meningkat menjadfi Rp150 triliun dan Rp300 triliun pada 2024.
Saat ini, proporsi belanja alutsista masih didominasi impor. Proporsinya mencapai 75%, sedangkan dari dalam negeri 25%.
Alutsista yang mampu diproduksi dalam negeri yakni peluru, bom, kapal
laut, kapal pemburu, dan radar. Pemain di industri cukup banyak dan
berkembang, baik swasta maupun BUMN, namun industri swasta yang sudah
impor baru Bahari. Untuk produksi perusahaan swasta tidak termasuk
amunisi karena untuk pengisian amunisi dikerjakan BUMN alutsista.
Dia berharap, proporsi belanja alutsista nantinya lebih banyak
dipenuhi dalam negeri dengan proporsi 75%:25%. Hal itu diharapkan bisa
terealisasi pada 2024 bersamaan dengan semakin berkembang industri
alutsista di Tanah Air.
Sumber: bisnis-jatim
0 komentar:
Posting Komentar