MANILA — Forum ASEAN tahun lalu berakhir tanpa kesepakatan karena perselisihan atas Laut Cina Selatan. Kelompok ini mengakhiri pertemuan itu tanpa pernyataan bersama untuk pertama kalinya dalam sejarah.
Tahun ini, komunike bersama menekankan dipatuhinya kesepakatan 10 tahun yang tidak mengikat antara China dan ke-10 negara anggota agar menangani klaim perebutan Laut Cina Selatan secara damai. Komunike itu juga menyerukan diadakannya "konsultasi formal" mengenai kode etik pada bulan September di Beijing. Pembicaraan itu rencananya akan melibatkan para pejabat tingkat bawah dan memusatkan perhatian pada langkah-langkah untuk menghindari konflik. Mereka diperkirakan tidak akan membahas sengketa teritorial.
Juru bicara Kementrian Luar Negeri Filipina Raul Hernandez mengatakan negaranya menyambut baik perkembangan ini. "Ini adalah sesuatu yang telah kita upayakan sejak lama, bahwa kita harus bisa menyepakati kode etik dengan China untuk mengatur kegiatan di Laut Filipina Barat," ujar Hernandez. Laut Filipina Barat adalah julukan yang digunakan Filipina untuk Laut Cina Selatan.
China, Taiwan dan Vietnam mengklaim hampir seluruh Laut Cina Selatan, sementara Filipina, Malaysia dan Brunei mengklaim sebagian wilayah itu. Laut itu diyakini kaya minyak dan gas alam, ikan yang berlimpah serta jalur laut yang bersahabat.
Di antara para pihak yang bersengketa, Filipina merupakan negara yang paling vokal menuduh China melakukan perambahan di perairan itu. Pekan ini Menteri Luar Negeri Filipina Albert del Rosario mengecam apa yang disebutnya "peningkatan militerisasi" China di laut itu. Komentarnya itu muncul setelah media pemerintah Tiongkok memperingatkan akan melakukan "aksi balasan" terhadap Filipina jika terus memprovokasi Beijing.
Carl Thayer, pengamat keamanan dari Akademi Angkatan Bersenjata Australia mengatakan pertemuan ASEAN tahun ini lebih kohesif karena menteri-menteri luar negeri dari negara-negara yang tidak bersengketa berupaya keras menciptakan persatuan setelah pertemuan tahun lalu.
"Indonesia telah mengambil peran yang sangat besar," ujar Thayer. "Thailand telah mengambil posisi sebagai koordinator dan berupaya mengambil langkah maju. China berupaya agar tidak diisolasi dan agar isu internasional ini tidak dibesar-besarkan. Dan ada perubahan kepemimpinan baru di China yang menanggapi perkembangan masalah ini."
Thayer mengatakan kesepakatan China untuk melakukan konsultasi tentang tata perilaku yang lebih mengikat merupakan langkah yang benar. Namun dia mengatakan ini semua sangat tergantung pada seberapa besar komitmen China dalam menjalankan tata perilaku itu.
Tahun ini, komunike bersama menekankan dipatuhinya kesepakatan 10 tahun yang tidak mengikat antara China dan ke-10 negara anggota agar menangani klaim perebutan Laut Cina Selatan secara damai. Komunike itu juga menyerukan diadakannya "konsultasi formal" mengenai kode etik pada bulan September di Beijing. Pembicaraan itu rencananya akan melibatkan para pejabat tingkat bawah dan memusatkan perhatian pada langkah-langkah untuk menghindari konflik. Mereka diperkirakan tidak akan membahas sengketa teritorial.
Juru bicara Kementrian Luar Negeri Filipina Raul Hernandez mengatakan negaranya menyambut baik perkembangan ini. "Ini adalah sesuatu yang telah kita upayakan sejak lama, bahwa kita harus bisa menyepakati kode etik dengan China untuk mengatur kegiatan di Laut Filipina Barat," ujar Hernandez. Laut Filipina Barat adalah julukan yang digunakan Filipina untuk Laut Cina Selatan.
China, Taiwan dan Vietnam mengklaim hampir seluruh Laut Cina Selatan, sementara Filipina, Malaysia dan Brunei mengklaim sebagian wilayah itu. Laut itu diyakini kaya minyak dan gas alam, ikan yang berlimpah serta jalur laut yang bersahabat.
Di antara para pihak yang bersengketa, Filipina merupakan negara yang paling vokal menuduh China melakukan perambahan di perairan itu. Pekan ini Menteri Luar Negeri Filipina Albert del Rosario mengecam apa yang disebutnya "peningkatan militerisasi" China di laut itu. Komentarnya itu muncul setelah media pemerintah Tiongkok memperingatkan akan melakukan "aksi balasan" terhadap Filipina jika terus memprovokasi Beijing.
Carl Thayer, pengamat keamanan dari Akademi Angkatan Bersenjata Australia mengatakan pertemuan ASEAN tahun ini lebih kohesif karena menteri-menteri luar negeri dari negara-negara yang tidak bersengketa berupaya keras menciptakan persatuan setelah pertemuan tahun lalu.
"Indonesia telah mengambil peran yang sangat besar," ujar Thayer. "Thailand telah mengambil posisi sebagai koordinator dan berupaya mengambil langkah maju. China berupaya agar tidak diisolasi dan agar isu internasional ini tidak dibesar-besarkan. Dan ada perubahan kepemimpinan baru di China yang menanggapi perkembangan masalah ini."
Thayer mengatakan kesepakatan China untuk melakukan konsultasi tentang tata perilaku yang lebih mengikat merupakan langkah yang benar. Namun dia mengatakan ini semua sangat tergantung pada seberapa besar komitmen China dalam menjalankan tata perilaku itu.
Sumber: voaindonesia
0 komentar:
Posting Komentar